Doa Abu Bakar “Jadikanlah kami kaum yang memegang dunia dengan tangan kami, bukan hati kami.” Dan doa sahabat Umar Al-Khattab “Ya Allah, tempatkanlah dunia dalam genggaman tangan kami dan jangan kau tempatkan ia di lubuk hati kami.” Sesusah mana pun seseorang itu menjalani kehidupan di dunia, dia mungkin masih juga memilih untuk terus berada di dunia. Jika diberikan pilihan dengan kematian saat ini juga, pasti rata-rata akan berfikir dua kali untuk memilih kematian. Kerana apa? Kerana mereka sudah disajikan dengan nikmat dunia – kebebasan bernafas, makanan yang lazat di dunia; bahkan ada yang dilimpahi kemewahan yang tiada tolok bandingnya dengan orang lain. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan berfikir – dunia ini hanyalah sementara. Dunia ini pinjaman daripadaNya. Segala apa yang kita nikmati hari ini hanyalah secebis jika dibandingkan dengan nikmat syurgaNya kelak. Apabila tiba saatnya untuk kita meninggalkan dunia ini, segala nikmat dan harta kemewahan yang kita miliki sebelum ini takkan kita bawa bersama. Yang ada hanyalah selembar kain kafan dan amal kita di dunia. Sesungguhnya dunia ini adalah jalan, akhirat itu matlamat dan tujuan yang sebenar-benarnya. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara sebelum kita tiba di perkampungan akhirat. Tak salah untuk menghargai nikmat dunia selagi mana kita tahu dan tidak meminggirkan akhirat. Kerana apa? Kerana kita adalah khalifah di bumi Allah, dan kita ada tanggungjawab untuk menghadapi dunia dalam perjalanan menuju akhirat. Suatu hari Umar Al-Khattab berkunjung ke rumah Rasulullah Beliau mendapati Rasulullah Saw sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah masuk dan duduk di samping Rasulullah, Umar Al-Khattab tersedar bahawa tidak ada apa-apa yang menjadi alas tidur Rasulullah selain selembar tikar dan sehelai kain. Beliau mampu melihat dengan jelas bekasan tikar pada kulit tubuh Rasulullah. Umar Al-Khattab terus mengamati keadaan rumah Rasulullah Sangat sederhana. Di satu sudut rumah terdapat sebekas gandum. Di dindingnya tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Umar menitiskan air mata melihatkan kesederhanaan manusia yang mulia itu. “Mengapa Engkau menangis wahai Ibnu Khattab?” Tanya Rasulullah. “Ya Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis melihat bekasan tikar di badanmu dan rumah yang hanya diisi barang-barang itu. Padahal Kisra dan Kaisar hidup dalam gelumang harta kemewahan. Engkau adalah Nabi Allah, manusia pilihan. Seharusnya engkau jauh lebih layak mendapatkan kemewahan yang lebih.” Lalu jawab Baginda, “Wahai Ibnu Khattab, apakah engkau tidak redha, kita mendapatkan akhirat, sedang mereka hanya mendapatkan dunia?” ***** Kita hanyalah musafir di dunia fana ini. Segala apa yang kita lakukan di dunia akan dipersoalkan di akhirat kelak. Hatta sekecil perbuatan membeli jarum sekalipun. Kita akan disoal dari mana datangnya wang yang kita gunakan untuk membeli jarum itu, dan apa tujuan jarum itu dibeli. Adakah digunakan ke arah kebaikan dan membawa manfaat untuk orang lain atau sebaliknya? Daripada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ambillah dari dunia ini apa yang halal untukmu, jangan kau lupakan bahagianmu dari dunia. Namun jadikanlah dunia itu berada di tanganmu saja, jangan kau jadikan berada di dalam hatimu. Ini yang terpenting.” Syarh Riyadhus Shalihin Pernah dengar kisah mengenai Mush’ab bin Umair? Seorang pemuda di zaman Rasulullah Beliau merupakan pemuda yang paling tampan dan kaya raya di kota Mekah. Namun, ketika Islam datang, beliau meninggalkan kemewahan dunianya demi kebahagiaan akhirat. Ibu dan ayah Mush’ab bertindak mengurung Mush’ab selama beberapa hari dengan harapan bahawa Mush’ab akan meninggalkan Islam. Namun usaha itu tidak sedikitpun melemahkan keyakinan Mush’ab terhadap Islam. Setelah beberapa hari hukuman itu tidak membuahkan hasil, akhirnya Mush’ab dibebaskan buat sementara waktu. Suatu hari Mush’ab melihat ibunya dalam keadaan pucat lesi, lalu beliau bertanyakan sebabnya. Kata ibunya, dia telah berniat di hadapan berhala untuk tidak makan dan minum sehingga Mush’ab meninggalkan Islam. Lalu jawab Mush’ab, “Wahai ibuku, andaikata ibu mempunyai seratus nyawa sekalipun, dan nyawa itu keluar satu persatu, nescaya aku tidak akan meninggalkan Islam sama sekali.” Lemah si ibu mendengarkan kata-kata anaknya. Dengan jawapan tersebut juga, Mush’ab dihalau keluar dari rumah ibunya. Maka Mush’ab pun tinggal bersama Rasulullah dan sahabat-sahabat yang serba daif ketika itu. Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah sejenis kain yang kasar yang tidak menutupi tubuhnya secara penuh. Mereka pun menunduk. Mush’ab mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah, mereka memuliakannya dan memberinya pelbagai kesenangan dan kenikmatan. Tidak ada pemuda Quraisy yang sama dengan dirinya. Dan dia meninggalkan kenikmatan itu demi cintanya kepada Allah dan RasulNya”.” Hadith Riwayat Hakim Tak salah untuk kita menikmati kemewahan dan nikmat dunia. Kerana itu semua adalah rezeki daripada Allah kepada hamba-hambanya yang berusaha. Namun, seimbangkan dan berkatkan rezeki yang diperolehi itu ke jalan Allah. Seimbangkan antara nikmat dunia dan persiapan kita dalam menghadapi alam akhirat. Ada orang, mereka tidak mahu hidup dalam kemewahan yang melampau, kerana bimbang mereka akan lupa diri. Ada orang, mereka mahu Allah berikan nikmat kemewahan, supaya mereka mampu mengecapinya dengan nikmat memberi. Kita? Bergantung kepada diri kita sendiri, yang mana mahu kita pilih, selagi kita berada betul di landasan redhaNya. Imam Ali pernah berkata, “Kuasai dunia dan pimpinlah dia. Letakkan dia di tanganmu tapi jangan menyimpannya di hatimu.” Mereka yang meletakkan dunia di hati akan mudah merasa kehilangan. Jika hartanya diuji dengan berkurang sedikit, mereka akan mula merasa kerugian. Mereka akan menjadi orang-orang yang sayangkan harta kebendaan dan sukar untuk berkongsi sesama manusia meskipun hal itu membawa kerberkatan padanya. Mereka akan merasa tidak tenang kerana takut harta mereka hilang atau berkurang. Seterusnya, mereka akan sentiasa dihimpit rasa takut untuk menghadapi kematian. Belajar untuk meletakkan dunia di tangan dan bukannya di hati. Kerana sampai satu saat, kita akan terpaksa melepaskan apa yang tergenggam di tangan. Sematkan akhirat di hati, kerana walau sebesar dan senikmat mana pun dunia ini, kita tetap takkan mampu mengetepikan hakikat akhirat. Maklumat Penulis Artikel ini ditulis oleh Nurul Azzianie binti Ahmad Zamri. Berasal dari Kelantan. Masih lagi belajar. Berminat menulis artikel? Anda inginkan supaya hasil penulisan anda diterbitkan dalam website iluvislam? Klik sini.
Inijuga yang menjadi dasar kenapa banyak quote - quote islam inspitarif yang mengajari kita agar meletakkan Dunia dalam genggaman dan Akhirat di Hati kita. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam memegang pundakku, lalu bersabda Jadilah engkau di Dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau
Perasaan baru kemarin masuk SMA, sekarang sudah mau kuliah. Perasaan baru kemarin anak kita main-main dan kita gendong-gendong, sekarang sudah minta nikah. Perasaan baru kemarin anak nikah, sekarang sudah memberi banyak cucu. Perasaan baru kemarin bertemu dengan sahabat-sahabatku, sekarang satu-per satu mereka mulai berpulang menghadap Allah, di usia yang sudah puluhan tahun ini. Demikianlah, dunia […] The post Dunia Di Tangan, Akhirat Di Hati first appeared on Majelis Tabligh Muhammadiyah. Perasaan baru kemarin masuk SMA, sekarang sudah mau kuliah. Perasaan baru kemarin anak kita main-main dan kita gendong-gendong, sekarang sudah minta nikah. Perasaan baru kemarin anak nikah, sekarang sudah memberi banyak cucu. Perasaan baru kemarin bertemu dengan sahabat-sahabatku, sekarang satu-per satu mereka mulai berpulang menghadap Allah, di usia yang sudah puluhan tahun ini. Demikianlah, dunia ini terasa sangat sebentar, sedangkan akhirat adalah kampung abadi, kekal dan dikekalkan selama-lamanya. Tetapi, mengapa kita selalu melupakan akhirat? Dunia ini sangat singkat, jika dibandingkan dengan kehidupan satu hari di akhirat yang setara tahun di dunia. Allah berfirman “Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” QS. Al Hajj 47 Umur manusia rata-rata adalah 60-70 tahun, sebagaimana dalam hadis “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut”. HR. Ibnu Majah Jika satu hari akhirat sama dengan tahun, sementara umur manusia 60-70 tahun rata-rata= 65, maka kehidupan di dunia kurang lebih hanya 1,5 jam saja kehidupan di akhirat. Karenanya, berbagai kesenangan dunia yang melalaikan kita akan akhirat, adalah kesenangan yang amat sangat sebentar. Allah berfirman “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang- orang yang bertakwa.” QS. An NIsa’ 77 “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” QS. Ali Imran 185 Semoga kita selalu ingat kampung abadi akhirat dan dunia tidak melalaikan kita Jadikan motto hidup kita Dunia di tangan, Akhirat selalu di hati. * * Ferry Is Mirza DM, Aktivis Muhammadiyah dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI JatimThe post Dunia Di Tangan, Akhirat Di Hati first appeared on Majelis Tabligh Muhammadiyah.
Darikebodohan dan pembodohan yang merajalela, kecurigaan dan kebencian di antara manusia. Peperangan, teror, dan bentuk kekerasan lainnya. Juga keangkuhan manusia atas nama ras (rasisme), serta kebangkitan politik rasis kamu putih (white supremacy) di berbagai belahan dunia. Semua itu menjadi seolah ancaman yang tiada akhir.
Saudaraku, kita perlu sadari dan selalu ingat bahwa dunia ini hanya sementara saja. Hendaknya kita sadar bahwa dunia yang kita cari dengan susah payah ini tidak akan bisa kita bawa menuju kampung abadi kita yaitu kampung Sammak Muhammad bin Shubaih rahimahullah berkata,هب الدنيا في يديك ، ومثلها ضم إليك ، وهب المشرق والمغرب يجيء إليك ، فإذا جاءك الموت ، فماذا في يديك“Anggaplah dunia ada di genggaman tanganmu dan ditambahkan yang semisalnya. Anggaplah perbendaharaan timur dan barat datang kepadamu, akan tetapi jika kematian datang, apa gunanya yang ada di genggamanmu?” Siyarul A’lam An-Nubala 8/330Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara saja. Janganlah kita lalai dan tertipu seolah-olah akan hidup di dunia selamanya dengan mengumpulkan dan menumpuk harta yang sangat banyak sehingga melalaikan kehidupan akhirat Ta’ala berfirman,إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ“Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan pula penipu syaitan memperdayakan kamu dalam mentaati Allah.” Luqmaan 33Allah juga berfirman,ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَﺎﻉُ ﺍﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” Ali Imran 185Allah juga berfirman,اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Al Hadid 20Jika direnungi, ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya tiga saja. Selain itu, bukan lah harta kita, walaupun hakikatnya itu adalah milik kita di dunia, karena MAYORITAS harta sejatinya hanya kita tumpuk saja dan bisa jadi BUKAN kita yang menikmati, hanya sekedar dimiliki saja atau KOLEKSI harta sejati yang kita nikmati, itupun menikmati sementara saja yaitu1. Makanan yang kita makanMakanan yang di kulkas belum tentu kita yang menikmati semua. Makanan yang di gudang belum tentu kita yang menikmati semua. Uang yang kita simpan untuk beli makanan belum tentu kita yang menikmati. Ketika menikmati makanan pun ini hanya sesaat dari keseharian kita, hanya melewati lidah dan kerongkongan sebentar saja2. Pakaian yang kita pakaiTermasuk sarana yang kita pakai seperti sepatu, kendaraan serta rumah kita. Ini yang kita nikmati. Akan tetapi inipun sementara saja karena pakaian bisa usang sedangkan rumah akan diwariskan3. SedekahIni adalah harta kita yang sebenarnya, sangat berguna di akkhirat kelak. Inipun berlalu sebentar dari genggaman kita di duniaSelebihnya harta yang kita tumpul hakikatnya bukan harta kita, kita tidak menikmatinya atau hanya menikmati sesaat saja. Misalnya menumpuk harta -Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja -Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan -Punya kebun yang luas, punya toko yang besar, hanya kita nikmati sesaat sajaInilah yang dimaksud hadits, harta sejati hanya tigaRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ – ﻗَﺎﻝَ – ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja? ” HR. Muslim no. 2958Riwayat yang lain,ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan. ” HR. Muslim no. 2959Dunia memang kita butuhkan dan tidak terlalrang kita mencari harta dan dunia akan tetapi harus kita tujukan untuk orientasi semoga bermanfaat Yogyakarta TercintaPenyusun Raehanul BahraenArtikel
Janganletakan dunia di hati namun letakan di genggaman
ybluVk. z4dymfz4y8.pages.dev/352z4dymfz4y8.pages.dev/387z4dymfz4y8.pages.dev/251z4dymfz4y8.pages.dev/198z4dymfz4y8.pages.dev/388z4dymfz4y8.pages.dev/599z4dymfz4y8.pages.dev/208z4dymfz4y8.pages.dev/178
dunia di genggaman akhirat di hati